PT PLN,
sebagai perusahaan yang bergerak dalam penyediaan dan pelayanan energi listrik
menghadapi berbagai tantangan besar. Tantangan tersebut mulai dari ketersediaan
energi primer, pertumbuhan kebutuhan energi listrik yang sangat besar, kendala
proses distribusi energi listrik hingga pelosok daerah, kendala perbandingan
biaya produksi dan distribusi dengan harga jual listrik yang telah ditetapkan
pemerintah, hingga kendala pencurian energi listrik. Akan tetapi, kendala
tersebut harus tetap dihadapi oleh PT PLN (persero), demi memenuhi kebutuhan
listrik di seluruh negeri, sesuai dengan motto PLN, yaitu : “Listrik untuk
kehidupan yang lebih baik”.
Sebagai konsumen dan bagian dari
warga Negara Indonesia, maka penulis melalui posting ini sebagai peserta lomba blog
“IdeKU untuk PLN”, ingin mengemukakan ide dan pendapat, dalam menghadapi
tantangan besar energi kelistrikan Indonesia tersebut.
Dengan perkembangan industri dan
rumah tangga semakin meningkat, maka Indonesia memiliki pertumbuhan permintaan
listrik yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 7 persen hingga 8 persen per
tahun dimana beban puncaknya berasal dari wilayah Jawa, Madura dan Bali yang
saat ini sudah mencapai 23 ribu mega watt (MW). Referensi :liputan6.com
Grafik 1. Produksi Energi Listrik
Menurut Jenis Bahan Bakar Pembangkit
Referensi : pusat data dan informasi energi dan sumber daya
mineral kementrian ESDM, 2012
Nilai pertumbuhan listrik
tersebut apabila dikalkulasi, mencapai 1000 Mega Watt per tahun, dimana nilai
tersebut belum termasuk pembangunan listrik untuk daerah yang belum teraliri
listrik.Hal ini berarti, harus terdapat pertumbuhan pembangkit pembangkit
listrik dalam sekala besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Disisi lain, pembangunan
pembangkit listrik baru untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, mengalami berbagai
kendala, diantaranya :
- Cadangan energi primer yang semakin menipis dan semakin mahal
- Besarnya biaya investasi pembangunan pembangkit listrik
- Efek kerusakan lingkungan dan perijinan
- Masalah sosial dan pembebasan lahan
Untuk memenuhi kebutuhan
kelistrikan tersebut, pemerintah telah memberlakukan program percepatan
pembangunan 10.000 MW atau biasa disebut Fast Track Program (FTP).Namun
pelaksanaan program tersebut, mengalami kendala seperti yang telah dijelasakan
di atas.Mulai dari biaya investasi yang mahal, sehingga dengan budget yang
terbatas, akhirnya dibangun pembangkit-pembangkit PLTU dengan kualitas
KW3.Sehingga terjadi permasalahan mulai dari keterlambatan operasi dan performa
pembangkit yang tidak bagus, serta biaya pemeliharaan pembangkit yang sangat
besar.Masalah perijinan, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL),
pembebasan lahan, dan konflik sosial juga sering menjadi momok permasalahan.
Masalah cadangan sumber energi primer, semakin lama akan semakin menipis dan
semakin mahal, mengingat mayoritas pembangkit listrik yang dibangun berbahan
bakar batubara. Dengan konsentrasi penggunaan energi primer berupa batu bara
untuk pembangkit litrik baru yang akan dan sedang dibangun, maka akan terjadikemungkinan
resiko terbesar yaitu, ketika batu bara tersebut semakin langka, maka
pembangkit listrik tenaga batu bara tidak dapat dioperasikan. Oleh karena itu,
diperlukan terobosan dalam membangun pembangkit listrik masa depan.
Uranium
Uranium merupakan salah satu
hasil tambang mineral yang dimiliki Indonesia, yang merupakan bahan baku untuk
membuat listrik bertenaga nuklir. Saat ini, hasil tambang uranium yang terdapat
di Indonesia, merupakan salah satu uranium yang memiliki kualitas terbaik,
dengan jumlah cadangan yang cukup besar, yaitu sekitar 70.000 Ton.Referensi :Beritasatu.com
Akan tetapi, kita masih tabu
dalam memanfaatkan sumber energi tersebut. Padahal apabila uranium tersebut
dikelola dengan baik, akan menghasilkan energi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan batu bara, gas alam dan bahan bakar minyak, serta banyak
sekali manfaat lain dan keunggulan pembangkit listrik berbahan bakar nuklir
(PLTN).
1. Energi yang dihasilkan
PLTN merupakan pembangkit
listrik yang memanfaatkan energi dari pembelahan molekul secara berantai
(reaksi fisi).Hasil energi dari reaksi fisi tersebut menghasilkan energi yang
sangat besar.Berikut perbandingan energi yang dihasilkan dari reaksi fisi
nuklir, dengan sumber energi lainnya.
1 Kg Batu Bara dapat menghasilkan energi sekitar 8KWh
1 Kg Minyak dapat menghasilkan energi sekitar 12 kWh
1 Kg Uranium 235 dapat menghasilkan energi 24.000.000
kWh.
atau berarti : 1 Kg Uranium
setara sekitar 2 – 3 juta Kg energi yang dihasilkan dari batu bara atau minyak.
Referensi :euronuclear.org
Dengan demikian, energi yang
dihasilkan oleh uranium sangat dahsyat, bila dibandingkan energi yang
dihasilkan oleh batu bara dan minyak sehingga apabila dimanfaatkan, akan sangat
membantu dalam penghematan penggunaan minyak dan batu bara, serta nuklir
merupakan bahan bakar yang renewable.
2. Biaya investasi
PLTN merupakan pembangkit listrik
dengan teknologi yang tinggi, sehingga biaya pembuatannya akan memerlukan biaya
yang besar. Namun, besarnya biaya pembangunan PLTN tersebut sangat tergantung
pada letak dan kondisi geografis rencana pembangunanya.Menurut Nuclear
Technology Review 2009, IAEA, Vienna 2009, biaya sesaat untuk Pembangunan PLTN
di wilayah Asia adalah yang paling rendah berdasar pada pengalaman terkini
membangun PLTN. Biaya sesaat di Asia terendah sekitar 1.500 US$/kWe dan
tertinggi sekitar 3.600 US$/kWe.Negara Indonesia termasuk daerah yang
memerlukan biaya sangat rendah, apabila dibangun sebuah PLTN.Berikut adalah
tabel biaya pembangunan PLTN untuk beberapa wilayah di dunia.
Tabel biaya
pembangunan PLTN
Referensi :batan.go.id
Dengan asumsi termahal
pembangunan PLTN sebesar 3.600 US$/kWe, maka untuk pembangunan 1000MW PLTN
dibutuhkan biaya 3.600.000.000 US$.~ 36 Triliun Rupiah (dengan asumsi kurs Rp
10.000/ US$)
Nilai tersebut apabila
dibandingkan dengan biaya pembangunan PLTU Cilacap (china KW3) sebesar 850
US$/kWe.Referensi :esdm.go.id
Maka, besar biaya yang diperlukan
untuk membangun 1000 MW PLTU (China KW3) adalah 850.000.000 US$ ~ 8,5 Triliun
Rupiah (dengan asumsi kurs Rp 10.000/ US$).
Apabila dibandingkan dengan biaya
pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), misalnya untuk pembangunan
PLTA Karama, di mamuju, Sulawesi barat adalah sebesar 10 triliun rupiah, hanya
untuk listrik dengan kapasitas sebesar 2×12.5 MegaWatt.Referensi :batan.go.id
Dengan demikian, nilai biaya
pembangunan PLTN lebih mahal dari PLTU (china KW3) tetapi lebih murah,
dibandingkan dengan pembangunan PLTA. Akan tetapi ROI (Return Of Investment) pembangunan PLTN akan lebih cepat, jika
dibandingkan dengan PLTA dan PLTU, karena biaya pengoperasian PLTN yang cukup
murah. Sebagai gambaran biaya operasi PLTN adalah sebagai berikut :
Biaya bahan bakar per kWh listrik
untuk pembangkit nuklir hanya sekitar 0,76 sen/kWh (76 rupiah) dengan asumsi
nilai tukar Rp 10.000/ US$. Rata-rata reaktor PWR (pressurized water reactor)
1.000 MW membutuhkan ~24 ton bahan bakar per tahun. Dengan faktor kapasitas 85%
akan dihasilkan 7,446 miliar kWh listrik dalam setahun. Harga bahan bakar
nuklir siap pakai adalah sekitar US$ 2.360/kg.Referensi :manajemenenergi.org
3. Efek kerusakan lingkungan dan perijinan
PLTN merupakan pembangkit yang
sangat ramah lingkungan, bahkan dapat dikatakan lebih ramah dari pada PLTA,
apabila tidak terdapat kebocoran pada reactor.Gas buang yang dihasilkan oleh
PLTN hanyalah berupa uap air, dan tidak terdapat karbon yang dibakar dari gas
buang PLTN tersebut.
Pada PLTU, untuk memperoleh
energi 600 MW dibutuhkan pembakaran batu bara sekitar 200 gerbong kereta api
tiap hari, yang menghasilkan :
-12.600 ton
CO2
-180 ton
gas asam dan
- 3 ton abu
terbang.
Hal ini dapat dibayangkan
polusi udara yang akan terjadi bila konsumsi energi batubara semakin tinggi.
Pada PLTN, setiap detik operasinya tidak dihasilkan CO2, Gas asam dan abu
terbang. Sampah radioaktif yang dihasilkan dapat diolah kembali, dan bahkan
teknologi mendatang akan dapat melakukan daur ulang sampah redioaktif tersebut,
sehingga nuklir merupakan energi yang terbarukan.Referensi :ut.ac.id
Pada PLTA akan sangat merusak
lingkungan pada saat pembangunannya. Hal ini dikarenakan PLTA sudah pasti
dibangun di pegunungan yang memiliki sumber air, dengan demikian pembangunan
PLTA akan merusak hutan, sungai dan air terjun baik untuk pembangunan bendungan
yang sangat luas (sesuai dengan kapasitas pembangkit listrik yang akan dibangun),
pembangunan power house, akses jalan, serta infrastruktur lainnya di tengah
hutan dan gunung. Pembangunan PLTA akan merusak ekosistem hutan dan
ketersediaan air di pegunungan tersebut. Referensi :batan.go.id
Masalah perijinan, seringkali
dikaitkan dengan kerusakan lingkungan yang terjadi dari pembangunan pembangkit
listrik tersebut.Namun, semua resiko tersebut (termasuk resiko kerusakan
lingkungan) dapat diatasi dengan management resiko yang baik. Serta dengan
budaya bersih, tanpa korupsi, maka perijinan tersebut akan cepat diselesaikan.
4. Masalah sosial dan pembebasan lahan
Setiap pembangunan industri
baru di suatu wilayah, pasti berhadapan dengan masalah sosial dengan penduduk
setempat. Sehingga solusi mengenai masalah sosial tersebut kurang lebih sama,
yaitu salah satunya adalah memperhatikan dan melibatkan penduduk sekitar dalam
aktifitas proyek dan produksi. Mengenai pembebasan lahan, PLTN membutuhkan
lahan yang jauh lebih sempit, jika dibandingkan dengan pembangunan PLTA.Referensi
:batan.go.id
Penutup
Melalui tulisan ini,
diharapkan kita dapat membuka diri, untuk bersedia menggunakan nuklir sebagai
pembangkit listrik, yang merupakan teknologi baru dan ramah
lingkungan.Pemanfaatan nuklir sebagai energi pembangkit listrik, merupakan
sebuah solusi konkrit, ditengah masalah semakin menipisnya cadangan minyak dan
batubara di alam semesta ini. Demikian tulisan ini penulis tuangkan, semoga
dapat memberikan inspirasi bagi kita, dan jayalah selalu kelistrikan
Indonesia….!!!